Oleh: Rivka Mayangsari*)
Dalam upaya memperkokoh fondasi pembangunan nasional yang bersih dan berintegritas, pemerintah terus memperluas langkah-langkah strategis dalam pemberantasan korupsi di seluruh tingkatan. Kesadaran bersama bahwa korupsi adalah musuh utama kemajuan bangsa kini semakin menguat, mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk menunjukkan komitmen yang tidak hanya bersifat formal, tetapi juga nyata dalam praktik sehari-hari. Pemerintah memandang bahwa keberhasilan pembangunan tidak bisa dilepaskan dari integritas aparatur negara, kepercayaan publik, serta budaya antikorupsi yang tumbuh di masyarakat. Karena itu, berbagai inisiatif pencegahan terus diperkuat melalui pendidikan, pengawasan, penguatan regulasi, hingga modernisasi layanan publik agar setiap penyimpangan dapat ditutup sejak awal. Penanaman nilai antikorupsi sebagai budaya kolektif menjadi salah satu agenda penting yang kini digencarkan, sejalan dengan upaya menjadikan Indonesia sebagai negara yang semakin transparan, akuntabel, dan berdaya saing tinggi.
Pemerintah terus memperkuat komitmen nasional dalam menegakkan budaya antikorupsi melalui berbagai langkah konkret di tingkat pusat maupun daerah. Upaya ini diwujudkan melalui penguatan integritas aparatur, pembenahan sistem birokrasi, serta keterlibatan aktif masyarakat dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Semangat untuk menghadirkan tata kelola yang bersih menjadi fondasi utama agar pembangunan nasional berjalan efektif, berkeadilan, dan berpihak pada kepentingan rakyat.
Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah menjadi salah satu contoh daerah yang konsisten memperluas gerakan antikorupsi di lingkungan birokrasi. Sekretaris Daerah Bangka Tengah, Ahmad Syarifullah Nizam, menegaskan bahwa korupsi dan gratifikasi adalah tindakan yang merusak keadilan dan menggerogoti hak publik. Ia menilai seluruh agama yang dianut masyarakat Indonesia secara jelas melarang praktik gratifikasi yang memengaruhi keputusan pejabat publik. Karena itu, nilai moral dan budaya luhur bangsa harus dijadikan pedoman setiap aparatur dalam menjalankan amanah yang diberikan rakyat.
Pemkab Bangka Tengah telah menerapkan reformasi birokrasi secara menyeluruh, mulai dari peningkatan kualitas layanan publik hingga penguatan sistem pengawasan yang transparan dan akuntabel untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan. Ahmad Syarifullah juga menegaskan pentingnya penerapan sanksi tegas bagi pelaku korupsi dan gratifikasi sebagai bagian dari upaya pemulihan kepercayaan publik. Ia mendorong agar pemanfaatan teknologi informasi, termasuk media sosial, terus ditingkatkan untuk memperluas partisipasi masyarakat dalam mengawasi potensi penyimpangan. Selain itu, ia menekankan perlunya penerapan nilai BerAKHLAK—mulai dari orientasi pelayanan hingga kolaboratif—sebagai standar integritas aparatur dalam bekerja.
Semangat penguatan budaya antikorupsi juga digaungkan oleh Pemerintah Kabupaten Karo. Bupati Karo, Antonius Ginting, menegaskan bahwa birokrasi yang bersih, transparan, dan berintegritas merupakan fondasi penting bagi percepatan pembangunan daerah. Ia menilai korupsi sebagai ancaman serius yang melemahkan efektivitas pemerintahan dan merampas hak masyarakat atas pelayanan publik yang berkualitas. Karena itu, Kode Etik ASN harus menjadi landasan moral dalam bekerja, terutama dalam menjaga akuntabilitas, kompetensi, dan harmonisasi hubungan kerja.
Bupati Antonius mendorong seluruh ASN untuk terus meningkatkan integritas birokrasi melalui penguatan sistem pencegahan korupsi, peningkatan kualitas layanan publik, serta penegakan disiplin yang konsisten. Ia juga menekankan pentingnya mekanisme pelaporan dan evaluasi kinerja sebagai bagian dari upaya memperkuat transparansi dalam pemerintahan. Menurutnya, komitmen antikorupsi harus hadir dalam tindakan harian, bukan hanya slogan.
Di tingkat provinsi, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung membawa perspektif baru mengenai upaya pencegahan korupsi. Ia menyoroti peran sentral keluarga dalam membangun generasi yang berintegritas, khususnya melalui figur seorang ayah. Menurutnya, integritas seorang ayah akan menjadi contoh paling kuat bagi anak-anak dalam memahami nilai kejujuran, tanggung jawab, dan penolakan terhadap segala bentuk penyimpangan. Pemprov DKI Jakarta berkomitmen memperkuat peran ayah sebagai teladan utama dalam pengasuhan sekaligus agen penanaman nilai antikorupsi sejak dini.
Pramono menekankan bahwa pembangunan budaya antikorupsi tidak hanya dilakukan melalui regulasi dan penegakan hukum, tetapi juga melalui penguatan karakter dalam keluarga sebagai unit sosial terkecil. Dengan membangun integritas dari rumah, ia berharap masyarakat Jakarta tumbuh sebagai komunitas yang menjunjung tinggi etika, menghargai kejujuran, dan menolak segala bentuk penyimpangan.
Upaya kolektif ini menunjukkan bahwa komitmen pemerintah dalam menegakkan budaya antikorupsi dilakukan secara menyeluruh, mulai dari reformasi sistem birokrasi hingga penguatan fondasi moral masyarakat. Pemerintah juga percaya bahwa keberhasilan pemberantasan korupsi membutuhkan kolaborasi aktif seluruh elemen bangsa. Dengan memperkuat edukasi publik, memperluas kanal pelaporan, dan memastikan setiap tindakan penyimpangan ditindak secara tegas, pemerintah terus mendorong terciptanya kultur baru yang menempatkan integritas sebagai standar kehidupan.
Ke depan, pemerintah menargetkan agar budaya antikorupsi menjadi bagian tak terpisahkan dari perilaku masyarakat Indonesia. Melalui program berkelanjutan, penguatan keteladanan, serta transformasi digital dalam layanan publik, pemerintah optimistis bangsa ini mampu membangun masa depan yang bersih, modern, dan dipercaya rakyatnya. Dengan komitmen yang terus dijaga setiap hari, Indonesia semakin siap melangkah menuju era baru yang bebas dari praktik korupsi dan lebih berkeadilan bagi seluruh warga.
*) Pemerhati Anti Korupsi

